Ronaldo dan Messi Tersingkir dari Liga Champions

liga champions

Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi adalah dua nama yang selama dua dekade terakhir mendominasi kancah sepak bola dunia. Keduanya tidak hanya bersaing dalam jumlah gol dan trofi, tetapi juga memimpin klub-klub elite Eropa menaklukkan Liga Champions, kompetisi klub paling bergengsi di dunia.

Sejak awal 2000-an hingga pertengahan 2020-an, mereka tak henti menciptakan sejarah. Namun, musim demi musim berlalu, dan kini dunia menyaksikan sebuah realitas pahit: Ronaldo dan Messi tersingkir dari Liga Champions, bahkan tidak lagi menjadi bagian dari turnamen ini. Apakah ini tanda berakhirnya era emas? Atau hanya transisi menuju babak baru dalam perjalanan dua legenda ini?

Kiprah Ronaldo di Liga Champions: Raja Eropa yang Terpencil

Cristiano Ronaldo dijuluki “Mr. Champions League” bukan tanpa alasan. Dengan total 140+ gol dalam kompetisi ini (rekor tertinggi), Ronaldo adalah simbol kemenangan dan determinasi. Ia mengangkat trofi ini sebanyak lima kali — satu bersama Manchester United dan empat kali bersama Real Madrid.

Namun, sejak kepindahannya dari Juventus ke Manchester United dan kemudian ke Al-Nassr di Arab Saudi, keterlibatan Ronaldo di panggung Liga Champions perlahan memudar. Musim 2022/2023 menjadi salah satu titik balik ketika Manchester United gagal lolos ke Liga Champions. Keputusannya hengkang ke Timur Tengah membuat banyak pengamat yakin: karier Ronaldo di UCL telah berakhir.

Tak bisa dihindari, performanya di Al-Nassr kini berjarak jauh dari atmosfer kompetisi tertinggi di Eropa. Meski ia masih mencetak banyak gol di Liga Pro Saudi, absennya dari Liga Champions menciptakan ruang hampa dalam narasi besar sepak bola Eropa.

Perjalanan Messi: Dari PSG ke Inter Miami

Lionel Messi memegang posisi kedua sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa Liga Champions, dan seperti Ronaldo, ia telah mencetak banyak momen ikonik — termasuk hat-trick di Nou Camp, gol-gol krusial di semifinal, serta performa magis melawan tim-tim besar.

Setelah hengkang dari Barcelona ke Paris Saint-Germain (PSG) pada 2021, Messi diharapkan bisa menambah koleksi trofi UCL bersama tim yang diperkuat oleh Kylian Mbappé dan Neymar. Namun realitasnya berkata lain. PSG terus gagal di babak gugur, dan performa Messi dianggap tak sepadan dengan ekspektasi yang dibebankan kepadanya.

Kepindahan Messi ke Inter Miami pada tahun 2023 menandai langkah menjauh dari panggung elit Eropa. Di MLS, Messi tetap menjadi magnet perhatian dan penyumbang kemenangan, tapi seperti halnya Ronaldo, ia kini tak lagi tampil di panggung Liga Champions — membuat atmosfer kompetisi ini terasa berbeda.

Dampak Global: Liga Champions Tanpa Ronaldo dan Messi

Absennya kedua ikon ini dari Liga Champions tentu memberi dampak besar, baik dari segi pemasaran, penonton, maupun emosi para penggemar. Ronaldo dan Messi adalah dua tokoh yang mendefinisikan kompetisi ini. Setiap musim, jutaan mata tertuju pada aksi mereka di tengah sorotan malam Liga Champions — dari anthem pembukaan hingga selebrasi ikonik.

Kini, dengan absennya mereka, UEFA harus mengandalkan generasi baru seperti Erling Haaland, Kylian Mbappé, dan Jude Bellingham. Meski talenta muda ini luar biasa, kharisma Ronaldo dan Messi adalah sesuatu yang terbentuk dari waktu, pencapaian, dan konsistensi. Perginya mereka bukan hanya perubahan pemain, tetapi perubahan wajah kompetisi.

Bagi sponsor dan hak siar, ini berarti tantangan baru. Liga Champions tetap kompetisi bergengsi, namun daya tarik emosional dan historis yang biasa menyertai Ronaldo dan Messi harus digantikan oleh cerita-cerita baru.

Analisis Taktis: Mengapa Mereka Gagal Bertahan di Eropa

Kegagalan Messi dan Ronaldo untuk mempertahankan posisi di Liga Champions tidak semata karena usia. Ada faktor taktis yang turut berperan. Klub-klub tempat mereka bernaung tidak mampu membentuk tim yang benar-benar kompetitif di level tertinggi Eropa.

Ronaldo di Juventus misalnya, meski mencetak banyak gol, kerap dianggap memperlambat pressing dan pola transisi tim. Di Manchester United, ia menghadapi ruang tak kondusif karena krisis internal klub. Bahkan di Al-Nassr, kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan permainan tim menjadi isu.

Messi di PSG juga menghadapi tantangan serupa. Dalam sistem yang dibangun untuk Mbappé, Messi sulit menjadi pusat permainan seperti di Barcelona.

Kombinasi tak maksimal dengan Neymar dan tekanan media juga membuatnya tidak bisa mencapai puncak performa seperti dulu. Ditambah dengan minimnya kreativitas lini tengah PSG saat bertemu tim-tim top seperti Bayern dan Real Madrid, Messi kesulitan memberi dampak signifikan.

Era Baru Sepak Bola Eropa: Lahirnya Pengganti?

Ketika dua bintang terbesar tersingkir, dunia menoleh pada siapa yang akan mengambil alih tahta. Erling Haaland telah membuktikan dirinya dengan mencetak gol dalam jumlah luar biasa bersama Manchester City dan membantu klub itu menjuarai Liga Champions 2022/2023. Mbappé juga terus menunjukkan dirinya sebagai penerus yang sah, terutama dengan performa apik di Piala Dunia.

Namun, belum ada pemain yang menyamai konsistensi dua dekade ala Ronaldo dan Messi. Di mata publik, mereka bukan hanya pencetak gol atau pemegang trofi — mereka adalah narasi, rivalitas, dan inspirasi.

Liga Champions tetap berjalan, dengan pertandingan menegangkan dan gol-gol spektakuler, namun kekosongan simbolis karena absennya dua ikon ini menciptakan ruang naratif yang berbeda. Ini adalah era transisi, bukan hanya dari segi teknik, tetapi juga dari segi budaya sepak bola.

Perubahan Fokus Karier: Ronaldo dan Messi Mengejar Warisan

Kepindahan ke liga non-Eropa seperti Saudi Pro League dan Major League Soccer memberi Ronaldo dan Messi kesempatan untuk memperluas warisan mereka secara global. Bagi sebagian penggemar, langkah ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap level tertinggi sepak bola. Namun bagi yang lain, ini adalah fase baru yang manusiawi.

Ronaldo membawa perubahan besar di sepak bola Arab Saudi, dari segi penjualan tiket, sponsor, hingga eksposur global. Messi melakukan hal serupa di MLS, dengan dampak yang terasa langsung pada Inter Miami dan liga secara keseluruhan. Penonton meningkat drastis, siaran televisi menyebar lebih luas, dan budaya sepak bola Amerika mendapat angin segar.

Warisan mereka kini bukan hanya tentang Liga Champions, tapi tentang perluasan pengaruh sepak bola ke seluruh penjuru dunia.

Respon Penggemar: Nostalgia dan Kecewa

Ketiadaan Messi dan Ronaldo dari Liga Champions membawa respons emosional dari penggemar. Bagi generasi yang tumbuh menyaksikan mereka beraksi di malam Rabu dan Kamis, ini seperti kehilangan bagian dari masa muda. Banyak yang merasa kehilangan daya tarik utama kompetisi.

Di media sosial, muncul ribuan komentar bernada nostalgia, mengunggah kembali gol-gol klasik, selebrasi ikonik, hingga momen rivalitas seperti El Clasico di semifinal UCL 2011. Fans lama terus membandingkan generasi baru dengan Ronaldo dan Messi, seolah menolak kenyataan bahwa era mereka telah usai.

Namun, ada pula suara-suara rasional yang melihat bahwa sepak bola adalah tentang regenerasi. Zinedine Zidane, Ronaldinho, Kaka — semua pernah menjadi raja sebelum akhirnya digantikan. Kini giliran Messi dan Ronaldo menurunkan mahkota, meski warisan mereka tetap abadi.

Apakah Ini Benar-Benar Akhir?

Banyak yang bertanya: Apakah kita sudah benar-benar melihat akhir dari Ronaldo dan Messi di Liga Champions? Secara realistis, peluang itu kecil. Usia keduanya sudah melewati 36 tahun, dan kontrak mereka saat ini tidak membuka jalan kembali ke Eropa dalam waktu dekat.

Namun, sepak bola selalu penuh kejutan. Tidak tertutup kemungkinan salah satu dari mereka — terutama Messi yang masih memiliki performa konsisten — kembali ke Eropa untuk satu musim perpisahan. Tapi jika pun tidak, momen terakhir mereka di Liga Champions akan menjadi bab penutup dari sebuah era agung.

Kesimpulan: Saatnya Mengucap Terima Kasih

Tersingkirnya Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi dari Liga Champions bukan sekadar data statistik. Ini adalah simbol akhir dari sebuah masa di mana sepak bola Eropa berputar di sekitar dua bintang luar biasa. Mereka telah menginspirasi miliaran orang, menciptakan standar baru, dan meninggalkan jejak yang sulit ditandingi.

Kini, dunia harus belajar untuk mencintai pemain baru, menulis narasi baru, dan membangun identitas baru Liga Champions tanpa mereka. Tapi sejarah akan selalu menyebut era 2005–2022 sebagai era Messi dan Ronaldo. Sebuah zaman keemasan yang tak akan tergantikan.