Dalam dunia sepak bola yang penuh dengan ketidakpastian, ada pertandingan-pertandingan tertentu yang gaungnya terasa lebih lama, bukan hanya karena hasil akhirnya, tetapi juga karena narasi, drama, dan implikasi yang dibawanya.
Pertandingan perempat final Piala Liga (EFL Cup/Carabao Cup) antara Southampton dan Manchester City pada Rabu malam, 11 Januari 2023, di St. Mary’s Stadium adalah salah satu contohnya.
Southampton, yang saat itu berjuang di papan bawah Premier League, secara mengejutkan berhasil menumbangkan raksasa Manchester City dengan skor meyakinkan 2-0.
Kemenangan ini bukan hanya mengirimkan The Saints ke semifinal, tetapi juga menjadi salah satu kejutan terbesar dalam turnamen tersebut dan memberikan secercah harapan bagi para penggemar mereka di tengah musim yang sulit.
Artikel ini akan memberikan analisis mendalam mengenai pertandingan tersebut, mengupas latar belakang, taktik yang diterapkan, momen-momen kunci, performa individu, hingga dampak yang lebih luas dari hasil yang tak terduga ini.
Latar Belakang Pertandingan Southampton: David Melawan Goliath Modern
Memasuki pertandingan ini, kedua tim berada dalam spektrum performa dan ekspektasi yang sangat berbeda. Southampton, di bawah asuhan manajer Nathan Jones yang belum lama menjabat, sedang dalam periode sulit di Premier League.
Mereka terperosok di dasar klasemen, berjuang untuk menemukan konsistensi dan meraih poin demi poin untuk menghindari degradasi. Namun, di Piala Liga, The Saints menunjukkan performa yang berbeda, berhasil melaju hingga perempat final setelah mengalahkan Sheffield Wednesday, Lincoln City, dan Crystal Palace (di FA Cup beberapa hari sebelumnya, menunjukkan momentum positif di kompetisi piala).
Pertandingan melawan City dilihat sebagai tantangan monumental, tetapi juga kesempatan untuk mengalihkan tekanan liga dan menciptakan momen spesial.
Di sisi lain, Manchester City arahan Pep Guardiola datang sebagai tim yang difavoritkan kuat. Meskipun mereka mungkin tidak memprioritaskan Piala Liga setinggi Premier League atau Liga Champions, kedalaman skuad dan standar tinggi yang mereka miliki membuat mereka menjadi ancaman serius di kompetisi manapun.
City adalah juara bertahan Piala Liga empat kali berturut-turut sebelum dominasi mereka dihentikan Liverpool pada musim sebelumnya, dan mereka telah memenangkan kompetisi ini enam kali dalam delapan musim terakhir sebelum 2022-2023.
Mereka baru saja mengalahkan Chelsea baik di liga maupun di Piala FA, menunjukkan kekuatan mereka. Namun, ada indikasi bahwa Guardiola akan melakukan rotasi pemain, yang bisa memberikan celah bagi Southampton.
Pertemuan terakhir kedua tim sebelum laga ini di liga pada Oktober 2022 berakhir dengan kemenangan telak 4-0 untuk Manchester City di Etihad Stadium, semakin memperkuat status underdog Southampton. Tekanan ada pada City untuk menang, sementara Southampton bisa bermain lebih lepas dengan ekspektasi yang lebih rendah dari publik.
Susunan Pemain dan Formasi Taktis: Pertaruhan Jones Melawan Rotasi Guardiola
Nathan Jones membuat beberapa perubahan dari tim yang biasa diturunkannya di liga, namun tetap menurunkan tim yang kuat dan termotivasi. Southampton tampil dengan formasi dasar yang fleksibel, seringkali terlihat seperti 3-5-2 atau 5-3-2 saat bertahan, yang dirancang untuk meredam kreativitas City di lini tengah dan sayap. Gavin Bazunu, mantan kiper akademi City, berada di bawah mistar.
Lini belakang diisi oleh Lyanco, Duje Ćaleta-Car, dan Mohammed Salisu sebagai trio bek tengah, dengan Romain Perraud dan Kyle Walker-Peters (yang ironisnya juga bernama Walker-Peters dan menghadapi Kyle Walker dari City di sisi yang sama pada beberapa momen) beroperasi sebagai bek sayap yang agresif.
Lini tengah diisi oleh Ibrahima Diallo, Roméo Lavia (produk akademi City lainnya yang sangat ingin membuktikan diri), dan kapten James Ward-Prowse yang terkenal dengan kualitas bola matinya. Di lini depan, Adam Armstrong dan Sékou Mara ditugaskan untuk memberikan tekanan dan mencari peluang melalui kecepatan mereka.
Pep Guardiola, seperti yang diperkirakan, melakukan rotasi signifikan. Stefan Ortega menggantikan Ederson di posisi kiper. Lini belakang diisi oleh João Cancelo, Kyle Walker, Aymeric Laporte, dan Sergio Gómez.
Kalvin Phillips mendapatkan kesempatan langka sebagai starter di lini tengah, didampingi oleh Ilkay Gündoğan dan Cole Palmer yang lebih menyerang. Lini depan diisi oleh Phil Foden, Julián Álvarez (juara dunia bersama Argentina), dan Jack Grealish.
Meskipun ini adalah tim yang dirotasi, kualitas individu yang dimiliki masih sangat mumpuni. Namun, absennya pemain kunci seperti Erling Haaland (yang bahkan tidak ada di bangku cadangan) dan Kevin De Bruyne dari starting XI terasa signifikan. Formasi City terlihat seperti 4-3-3 standar.
Taktik Southampton jelas: bertahan dengan rapat, membatasi ruang di area berbahaya, dan mencoba melakukan serangan balik cepat dengan memanfaatkan kecepatan Mara dan Armstrong, serta memanfaatkan setiap peluang dari bola mati melalui Ward-Prowse.
Tekanan tinggi (high press) juga menjadi elemen kunci yang direncanakan Jones untuk mengganggu ritme City sejak awal. Bagi City, tantangannya adalah membongkar pertahanan berlapis Southampton dan menghindari kesalahan yang bisa dimanfaatkan lawan.
Babak Pertama: Agresivitas Southampton Mengejutkan City
Dari peluit awal, Southampton menunjukkan intensitas dan agresivitas yang tampaknya mengejutkan Manchester City. The Saints tidak duduk diam menunggu diserang, melainkan aktif menekan pemain City saat menguasai bola, terutama di area pertahanan City sendiri. Kalvin Phillips, yang bertugas sebagai jangkar, terlihat kesulitan menghadapi tekanan ini.
Kejutan pertama datang pada menit ke-23. Lyanco, yang bermain sebagai bek tengah sisi kanan, melakukan intersepsi brilian di area tengah lapangan. Ia kemudian mengirimkan umpan terobosan yang membelah pertahanan City kepada Sékou Mara.
Striker muda asal Prancis tersebut, dengan satu sentuhan kontrol yang baik, melepaskan tembakan mendatar dengan kaki kirinya dari dalam kotak penalti yang tak mampu dihalau oleh Stefan Ortega.
Gol ini, yang merupakan gol pertama Mara untuk Southampton, mengirim St. Mary’s bergemuruh. Keunggulan 1-0 untuk tuan rumah adalah buah dari keberanian dan tekanan tinggi mereka.
Manchester City mencoba merespons, tetapi permainan mereka terlihat lamban dan kurang kreativitas. Absennya De Bruyne sangat terasa dalam hal visi dan umpan-umpan pemecah kebuntuan. Southampton terus bertahan dengan disiplin tinggi, dengan Lavia dan Diallo bekerja keras di lini tengah untuk menutup ruang bagi Gündoğan dan Palmer.
Kejutan kedua, dan yang lebih spektakuler, terjadi hanya lima menit setelah gol pertama, pada menit ke-28. Moussa Djenepo, yang masuk menggantikan Romain Perraud yang cedera lebih awal, menerima bola di sisi kiri lapangan, sekitar 30-35 yard dari gawang.
Melihat kiper Stefan Ortega sedikit keluar dari sarangnya (off his line), Djenepo tanpa ragu melepaskan tembakan melengkung yang luar biasa dengan kaki kanannya.
Bola melambung tinggi melewati Ortega yang mati langkah dan bersarang di sudut jauh gawang. Itu adalah gol kelas dunia yang menggandakan keunggulan Southampton menjadi 2-0 dan membuat publik St. Mary’s semakin liar dalam perayaan.
Hingga akhir babak pertama, City tampak kebingungan. Mereka mendominasi penguasaan bola seperti biasa, tetapi tidak mampu menciptakan peluang bersih. Tembakan pertama mereka ke arah gawang baru terjadi menjelang akhir babak.
Southampton, di sisi lain, bermain dengan penuh percaya diri, energi, dan organisasi yang luar biasa. Skor 2-0 saat turun minum adalah refleksi akurat dari jalannya pertandingan.
Babak Kedua: Upaya City Sia-sia, Pertahanan Solid Southampton
Menyadari timnya dalam masalah besar, Pep Guardiola melakukan perubahan signifikan saat jeda babak kedua. Ia memasukkan tiga pemain kunci sekaligus: Kevin De Bruyne, Nathan Aké, dan Manuel Akanji, menggantikan Kyle Walker, Sergio Gómez, dan Cole Palmer.
Harapannya jelas: meningkatkan intensitas serangan dan kualitas umpan. Erling Haaland kemudian juga dimasukkan pada menit ke-56 menggantikan Jack Grealish, diikuti oleh Rodri yang menggantikan Kalvin Phillips yang tampil di bawah standar. Guardiola telah mengerahkan hampir semua senjata utamanya.
Dengan masuknya De Bruyne dan Haaland, serangan City memang terlihat lebih berbahaya. Mereka mulai lebih sering mengancam gawang Bazunu. De Bruyne langsung memberikan dampak dengan umpan-umpan khasnya, sementara Haaland mencari ruang di kotak penalti.
Namun, pertahanan Southampton, yang dipimpin oleh Ćaleta-Car dan Salisu, tampil luar biasa solid. Setiap pemain Saints bekerja tanpa lelah, melakukan blok, tekel, dan intersepsi krusial.
Gavin Bazunu di bawah mistar juga tampil gemilang melawan mantan klubnya. Ia melakukan beberapa penyelamatan penting, termasuk menepis tembakan Julián Álvarez dan mengamankan beberapa situasi bola mati.
City meningkatkan tekanan secara masif, mengurung Southampton di area pertahanan mereka sendiri untuk periode yang lama. Namun, penyelesaian akhir mereka sangat buruk.
Manchester City mengakhiri pertandingan tanpa satu pun tembakan tepat sasaran (shot on target), sebuah statistik yang sangat langka dan mengejutkan bagi tim sekelas mereka, terutama setelah menurunkan para pemain bintangnya di babak kedua.
Ini adalah kali pertama tim asuhan Guardiola gagal mencatatkan tembakan tepat sasaran dalam sebuah pertandingan sejak 2018 (melawan Liverpool di Liga Champions).
Southampton sesekali mencoba melakukan serangan balik, tetapi fokus utama mereka adalah mempertahankan keunggulan. James Ward-Prowse menjadi dirigen di lini tengah, tidak hanya dalam bertahan tetapi juga dalam mencoba menenangkan permainan saat timnya menguasai bola.
Setiap pemain menjalankan peran defensifnya dengan sempurna. Dukungan dari para suporter di St. Mary’s juga tidak henti-hentinya memberikan energi tambahan bagi para pemain tuan rumah.
Hingga peluit panjang berbunyi, skor tetap 2-0 untuk Southampton. Para pemain dan staf pelatih Southampton merayakan kemenangan bersejarah ini dengan penuh suka cita, sementara para pemain City terlihat lesu dan kecewa.
Analisis Pasca Pertandingan: Kemenangan Taktis dan Mental
Secara statistik, Manchester City mendominasi penguasaan bola (sekitar 72%), tetapi itu tidak berarti apa-apa tanpa produk akhir. Total tembakan mereka adalah 7, namun tidak ada yang mengarah ke gawang.
Sebaliknya, Southampton mencatatkan 12 tembakan, dengan 4 di antaranya tepat sasaran, dan 2 menjadi gol. Ini menunjukkan efisiensi dan keberanian Southampton dalam memanfaatkan peluang mereka.
Penghargaan Man of the Match bisa diberikan kepada beberapa pemain Southampton. Roméo Lavia tampil luar biasa di lini tengah melawan tim yang membesarkannya, menunjukkan kedewasaan dan kualitas yang jauh melampaui usianya.
Duje Ćaleta-Car dan Mohammed Salisu kokoh di jantung pertahanan. Moussa Djenepo mencetak gol kemenangan yang sensasional. Namun, ini adalah kemenangan kolektif.
Nathan Jones, manajer Southampton, layak mendapatkan pujian besar atas masterclass taktisnya. Keputusannya untuk menekan City sejak awal dan formasi pertahanan yang solid terbukti sangat efektif.
Dalam konferensi pers pasca pertandingan, Jones mengungkapkan kebanggaannya terhadap para pemainnya, menyoroti kerja keras, organisasi, dan keberanian mereka. Ia juga menekankan pentingnya kemenangan ini untuk membangun kepercayaan diri tim.
Pep Guardiola, di sisi lain, tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Ia mengakui bahwa timnya bermain buruk dan Southampton pantas menang. “Tim yang lebih baik menang. Kami tidak bermain bagus,” ujarnya.
Ia mengkritik kurangnya intensitas dan kesiapan timnya, terutama di babak pertama. Kegagalan mencatatkan satu pun tembakan tepat sasaran menjadi sorotan utama.
Media dan para pengamat sepak bola ramai membicarakan kejutan ini. Banyak yang memuji semangat juang Southampton dan mempertanyakan apakah rotasi pemain yang dilakukan Guardiola di awal menjadi bumerang, atau apakah ada rasa puas diri dalam skuad City.
Implikasi Hasil Pertandingan: Semangat Baru Southampton, Pukulan bagi City
Bagi Southampton, kemenangan ini memiliki implikasi yang sangat besar. Lolos ke semifinal Piala Liga adalah pencapaian signifikan dan memberikan kesempatan untuk meraih trofi.
Lebih penting lagi, kemenangan atas tim sekelas Manchester City memberikan dorongan moral yang luar biasa bagi para pemain dan penggemar di tengah perjuangan berat di liga.
Ini membuktikan bahwa mereka mampu bersaing dan mengalahkan tim terbaik sekalipun jika bermain dengan organisasi dan semangat yang tepat. Meskipun pada akhirnya Southampton kalah di semifinal dari Newcastle United dan terdegradasi dari Premier League di akhir musim 2022-2023, malam itu di St. Mary’s tetap menjadi salah satu sorotan paling terang.
Bagi Manchester City, kekalahan ini berarti mereka kehilangan satu peluang untuk meraih trofi. Meskipun Piala Liga mungkin bukan prioritas utama, tersingkir dengan cara seperti ini, tanpa perlawanan berarti di babak pertama dan tanpa tembakan tepat sasaran, adalah sebuah pukulan.
Ini juga menjadi pengingat bahwa bahkan tim sekuat mereka bisa rentan jika tidak tampil dengan standar tertinggi. Namun, City berhasil bangkit dari kekecewaan ini, memenangkan Premier League dan FA Cup, serta mencapai final Liga Champions di musim tersebut (yang akhirnya mereka menangkan untuk melengkapi treble historis), menunjukkan bahwa kekalahan ini mungkin menjadi pelajaran berharga bagi mereka.
Sorotan Individu: Pahlawan Saints dan Kekecewaan Cityzens
Pahlawan Southampton:
- Roméo Lavia: Melawan klub masa kecilnya, gelandang muda Belgia ini menunjukkan kelasnya. Ia dominan di lini tengah, memenangkan duel, melakukan intersepsi penting, dan tenang dalam penguasaan bola. Performanya menunjukkan mengapa banyak klub besar tertarik padanya.
- Moussa Djenepo: Golnya adalah momen magis yang akan dikenang lama. Selain gol tersebut, ia juga memberikan energi dan ancaman dari sisi kiri setelah masuk sebagai pemain pengganti.
- Sékou Mara: Membuka skor dengan penyelesaian yang dingin dan terus bekerja keras di lini depan, memberikan tekanan kepada bek-bek City. Gol tersebut sangat penting untuk membangun momentum.
- Duje Ćaleta-Car & Mohammed Salisu: Keduanya tampil bak tembok di lini belakang, melakukan banyak sapuan dan blok krusial, terutama di babak kedua saat City meningkatkan tekanan.
Kekecewaan Manchester City:
- Kalvin Phillips: Mendapatkan kesempatan langka sebagai starter, Phillips gagal memberikan dampak positif. Ia terlihat kesulitan dengan tempo permainan dan tekanan Southampton, sering kehilangan bola, dan digantikan di babak kedua.
- Lini Serang Babak Pertama (Foden, Álvarez, Grealish): Kombinasi ini gagal menciptakan ancaman berarti. Mereka kesulitan menembus pertahanan Southampton dan kurang tajam di sepertiga akhir.
- Seluruh Tim City (dalam hal Tembakan Tepat Sasaran): Kegagalan kolektif untuk menguji Gavin Bazunu secara serius adalah statistik yang paling memberatkan bagi tim sekaliber City.
Konteks Sejarah dan Pertemuan Masa Depan
Kemenangan ini menambah daftar kejutan yang pernah diciptakan Southampton atas tim-tim besar. Dalam sejarah pertemuan kedua klub, Manchester City umumnya lebih dominan, terutama dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan kebangkitan mereka sebagai kekuatan utama sepak bola Inggris.
Namun, kemenangan 2-0 ini akan selalu dikenang sebagai salah satu penampilan terbaik Southampton melawan City, setara dengan beberapa kemenangan liga mengejutkan lainnya di masa lalu.
Hasil ini mungkin tidak secara fundamental mengubah dinamika persaingan kedua klub dalam jangka panjang, mengingat perbedaan sumber daya dan status.
Namun, untuk satu malam, Southampton menunjukkan bahwa dalam sepak bola, segalanya mungkin terjadi. Pertemuan masa depan akan selalu memiliki referensi pada malam ajaib di St. Mary’s ini, sebagai pengingat bahwa City pun bisa dikalahkan dengan taktik dan semangat yang tepat.
Kesimpulan: Malam Keajaiban di Pesisir Selatan
Kemenangan Southampton 2-0 atas Manchester City di perempat final Piala Liga 2023 adalah lebih dari sekadar hasil pertandingan sepak bola. Itu adalah demonstrasi tentang bagaimana semangat juang, organisasi taktis yang cerdas, dan dukungan suporter yang tak kenal lelah dapat mengatasi perbedaan kualitas individu yang di atas kertas sangat jauh.
Gol-gol dari Sékou Mara dan Moussa Djenepo di babak pertama, ditambah dengan pertahanan heroik di babak kedua, memastikan salah satu malam paling berkesan dalam sejarah modern Southampton.
Bagi The Saints, ini adalah momen kebanggaan dan validasi di tengah musim yang penuh tantangan. Bagi Manchester City, ini adalah pengingat keras akan tuntutan untuk selalu tampil maksimal.
Pertandingan ini menggarisbawahi esensi dari kompetisi piala – kemampuannya untuk menciptakan kejutan dan kisah-kisah David vs Goliath yang abadi. Malam itu, St. Mary’s menjadi saksi bisu bagaimana tim yang berjuang di dasar klasemen mampu menyingkirkan salah satu tim terbaik di dunia, membuktikan bahwa keajaiban dalam sepak bola itu nyata dan akan selalu dikenang oleh mereka yang menyaksikannya.